Puasa Tarwiyah dan Arafah adalah dua puasa sunnah yang dikerjakan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sebelum Idul Adha. Puasa Tarwiyah dikerjakan lebih dulu kemudian baru disusul puasa Arafah.
Puasa Tarwiyah dikerjakan pada 8 Dzulhijjah, sedangkan puasa Arafah dikerjakan pada 9 Dzulhijjah. Berdasarkan hasil sidang isbat yang digelar Kementerian Agama RI, Rabu (29/6/2022) lalu, puasa Tarwiyah jatuh pada Jumat, 8 Juli 2022 dan puasa Arafah pada Sabtu, 9 Juli 2022.
Sementara itu, menurut Maklumat Muhammadiyah tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1443 Hijriah, puasa Tarwiyah dapat dikerjakan pada Kamis, 7 Juli 2022 dan puasa Arafah pada Jumat, 8 Juli 2022.
Dalil mengenai puasa Tarwiyah dan Arafah mengacu pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Dailami.
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
“Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun” (Syaikh Albani mengatakan hadits ini lemah).”
Menurut penelusuran detikHikmah, hadits yang berkaitan dengan puasa Tarwiyah memiliki derajat lemah atau palsu. Berbeda dengan puasa Arafah yang bersandar pada sejumlah hadits shahih.
Salah satu hadits shahih tentang pelaksanaan puasa Arafah diriwayatkan oleh Qatadah RA, Rasulullah SAW bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa hari Arafah menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada tahun lalu dan tahun yang akan datang,” (HR Muslim, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Menurut Muhammad Ajib Lc dalam bukunya Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Zulhijah, meskipun tidak ada syariat mengenai puasa Tarwiyah, sebenarnya puasa tersebut sudah termasuk dalam puasa sunnah delapan hari sebelum Arafah.
Rasulullah SAW diketahui biasa mengerjakan puasa selama sembilan hari pertama Dzulhijjah (termasuk di dalamnya puasa Arafah), sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut ini,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari Asyura (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis,” (HR. Abu Dawud).
Selain itu, Imam Al Ghazali menerangkan dalam Kitab Ihya Ulumuddin dengan bersandar pada hadits marfu’, Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. Rasulullah SAW bersabda:
“‘Tiada ada hari yang amal sholeh, lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (sepuluh hari pertama bulan Zulhijah).’ Sesungguhnya berpuasa satu hari di dalamnya membandingi berpuasa satu tahun. Melakukan sholat malam di dalamnya membandingi sholat malam pada malam Lailatul Qadar. Salah seorang sahabat bertanya ‘Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah?’ Beliau bersabda, ‘Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid).'” (Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad juga meriwayatkan hadits serupa).