Berprasangka Baik
Nina, seorang perempuan muda berusia 22 tahun, menjalani kehidupan yang penuh semangat. Ia berkuliah di Universitas Terbuka sembari bekerja sebagai kasir di sebuah kafe kecil. Suatu sore, seperti biasa, ia berdiri di belakang meja kasir, melayani pelanggan dengan senyum ramahnya.
Seorang pria tua berusia sekitar lima puluhan, yang diketahui bernama Pak Ahmad, masuk ke kafe dan memesan secangkir kopi. Ia duduk di meja dekat kasir, menyeruput kopinya perlahan sambil sesekali menatap Nina dengan senyuman. Namun, tatapan itu membuat Nina sedikit risih. Ia pun berusaha menghindari kontak mata dengan Pak Ahmad dan fokus pada pekerjaannya.
Setelah selesai, Pak Ahmad mendekati meja kasir untuk membayar. Dengan senyum yang sama, ia bertanya, “Siapa namamu?”
“Nina, Pak,” jawab Nina dengan ramah, meskipun perasaannya campur aduk. Pak Ahmad melanjutkan percakapan ringan, dan Nina menjawab seadanya, menjaga profesionalitasnya sebagai kasir.
Pukul 20.30, kafe tutup. Nina memulai perjalanan pulang ke kosnya yang berjarak tak jauh dari kafe. Di tengah jalan yang mulai lengang, ia melihat Pak Ahmad berjalan di belakangnya. Merasa waspada, Nina mempercepat langkah. Namun, pria itu terus berada di belakang, meski dengan langkah santai.
Ketakutan mulai menyelimuti Nina. Ia memutuskan menghubungi seorang teman laki-lakinya, yang tinggal di kos yang akan ia lewati, melalui pesan singkat. Ia meminta temannya itu menunggunya di pinggir jalan.
Saat akhirnya tiba di depan kos temannya, Nina merasa lega melihat temannya itu berdiri di sana. Bersama-sama mereka melanjutkan perjalanan ke kos Nina. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Teman laki-laki Nina tiba-tiba menunjukkan niat buruk. Ia mencoba memegang tangan Nina dengan paksa, memanfaatkan suasana sepi di gang kecil yang mereka lewati.
Panik, Nina berusaha melarikan diri, tetapi laki-laki itu mengejarnya. Saat situasi menjadi mencekam, Pak Ahmad tiba-tiba muncul. Dengan tegas, ia melindungi Nina dan mengusir pria tersebut.
“Pak… terima kasih banyak,” ujar Nina.
“Tidak apa-apa. Ayo, saya antar kamu pulang agar aman,” jawab Pak Ahmad.
Sepanjang perjalanan, Nina merasa malu atas prasangka buruknya terhadap Pak Ahmad. Setelah tiba di kosannya, ia memberanikan diri berkata, “Terima kasih banyak, Pak. Saya juga minta maaf karena tadi berpikiran buruk tentang Bapak.”
Pak Ahmad tersenyum lembut. “Tidak masalah. Saya juga minta maaf kalau tadi terlihat seperti mengikuti kamu. Seharusnya saya bilang langsung ingin mengantarmu karena saya khawatir melihat seorang gadis muda berjalan sendirian di malam hari.”
Malam itu menjadi awal dari persahabatan tak terduga antara Nina dan Pak Ahmad. Sejak kejadian itu, Pak Ahmad selalu memastikan Nina pulang dengan aman.
Suatu malam, Nina memberanikan diri bertanya, “Pak Ahmad, bolehkah saya tahu, kenapa Bapak sangat peduli pada saya sampai mau repot-repot mengantar saya?”
Pak Ahmad terdiam sejenak sebelum menjawab, “Kamu mengingatkan saya pada anak perempuan saya. Dia seumuran denganmu, sedang merantau di ibu kota untuk kuliah sambil bekerja. Setiap kali melihat kamu, saya selalu teringat dengan dia dan saya khawatir akan keselamatannya di sana. Karena itu saya memutuskan untuk mengantar kamu, dengan harapan Allah akan mengirimkan orang baik ke anak saya yang akan menjaga dia seperti saya menjaga kamu.”
Kata-kata itu menyentuh hati Nina. Ia tersenyum lembut. “Terima kasih, Pak. Semoga anak Bapak selalu dilindungi dan diberi kemudahan,” ucapnya tulus.
Malam itu, Nina merasa bersyukur atas kehadiran Pak Ahmad yang mengingatkannya akan kebaikan hati manusia serta untuk berprasangka baik. Dalam hatinya, ia berjanji untuk selalu mendoakan Pak Ahmad dan keluarganya.