Ahmed Burhan Mohamed |
Ahmed Burhan Mohamed, seorang remaja di New Brighton, negara bagian Minnesota, Amerika Serikat, muncul menjadi selebriti lokal dan perbincangan di dunia Muslim. Namanya menjadi terkenal setelah memenangkan kontes internasional bergengsi sebagai Qari’ (pelantun bacaan) Alquran terbaik pada bulan lalu.
Mohamed mewakili Amerika Serikat dan tampil mengalahkan lebih dari 100 orator terbaik dari seluruh dunia dalam memenangkan ajang Dubai International Holy Qur’an Award. Remaja berusia 17 tahun ini menjadi juara Qari’ Amerika yang pertama. Sejak itulah, ia dikenal dan dikerumuni oleh para pengagumnya ke manapun dia pergi.
“Ini begitu luar biasa, saya tidak menduga ini. Orang-orang sangat menghormati saya. Sekarang orang-orang yang saya tidak ketahui mendatangi saya dan mereka tahu nama lengkap saya,” ujar Mohamed, dilansir di StarTribune.
Pekan ini, Mohamed akan melakukan perjalanan ke Somalia atas undangan presiden negara tersebut. Sang presiden ingin bertemu dengannya dan memberikan selamat atas prestasinya.
Selama kompetisi yang melelahkan yang berlangsung dua pekan, Mohamed diuji dalam pengucapan, suara, dan gaya yang tepat saat dia membacakan secara acak ayat-ayat Alquran yang dihafalnya.
Hal itu bukan prestasi yang mudah, mengingat Alquran memiliki lebih dari 6.000 ayat. Namun, perjuangannya tak sia-sia. Skor sempurna membuatnya mendapatkan sertifikat, sebuah piala dan hadiah uang tunai senilai 68 ribu dolar.
Kemenangannya mengejutkan para anggota komunitas lokal Somalia. Karena mereka sejak lama meragukan jika seorang pemuda yang dibesarkan di Minnesota bisa bersaing dengan orang-orang yang dibesarkan di negara-negara Muslim.
Mantan kepala sekolah Islam di masjid Abubakar As-Siddiq di Minneapolis tempat Mohamed berlatih, Mohamet Hambaase Ali, mengatakan bahwa para orang tua asal Somalia kerap mengirim anak-anak mereka ke Afrika untuk ‘dhaqan celis’ yang berarti ‘merehabilitasi anak-anak’. Sehingga, mereka lebih terbiasa dengan budaya dan agama mereka.
Ia mengatakan, sebagian besar keluarga khawatir anak-anak mereka yang tumbuh di Barat akan kehilangan identitas mereka. Para orang tua menilai kehidupan di Barat membuat anak muda rentan terhadap berbagai masalah.
Namun, Ali percaya bahwa anak-anak dapat secara bersamaan mempertahankan identitas Amerika mereka dan memenuhi harapan budaya dan agama. Menurutnya, Mohamed adalah bukti nyata akan hal itu.
“Anak-anak memiliki lebih banyak kesempatan di Amerika daripada di Afrika. Mereka milik di sini,” kata Ali.
Mohamed Tumbuh Besar di Amerika
Kisah Mohamed yang datang ke Amerika dimulai pada 2002, saat ayahnya Burhan Mohamed Elmi, yang merupakan warga negara AS, mengajak Mohamed dan ibunya Fardowsa Mohamed untuk menetap di Minnesota. Kala itu, Mohamed berusia 11 bulan. Anak tertua dari empat bersaudara tersebut tumbuh besar di Amerika. Ia merasakan tekanan untuk menjadi teladan yang baik bagi saudara-saudaranya dan bagi pemuda Muslim Minnesota.
Sang ibu menunjukkan penghargaan yang diraih Mohamed di dapur kecil di rumah dengan tiga lantai di New Brighton. Mohamed telah membawa pulang penghargaan sejak ia masih kecil. Kesemuanya hampir karena memenangkan kompetisi Alquran. Namun, penghargaan di ajang Dubai baru-baru ini adalah kehormatan terbesarnya sekaligus tanda keberhasilannya sebagai Muslim Amerika dan pengakuan resmi dari dunia Muslim.
Mohamed berusia 7 tahun ketika orang tuanya dan guru-guru pelajaran Islamnya di Abubakar As-Siddiq mulai membimbingnya untuk mengikuti kompetisi Alquran. Dia mulai menguasai huruf Arab, kemudian merangkai huruf dalam kata-kata dan selanjutnya belajar menghafal ayat-ayat Alquran. Ia juga mempelajari maknanya. Bahkan, Mohamed mendapatkan gelar terhormat sebagai seorang Qari’.
“Kami sangat senang. Di sana ada orang-orang yang bekerja keras dan tidak mencapai apa yang mereka inginkan. Kami bersyukur kepada Allah karena kami mendapatkan apa yang kami inginkan,” kata Fardowsa, sembari menyeka debu dari piala-piala lama Mohamed.
Bakat Mohamed mulai muncul saat ia menginjak tingkat dua, saat ia mendapatan tempat pertama dalam pengajian Alquran. Hal itu berlanjut dengan kemenangan beruntun yang ia dapat, termasuk memenangkan tempat pertama tahun lalu di Chicago, di mana ia mengalahkan 400 kontestan lainnya. Pada April 2017 lalu, ia menempati posisi ketiga dalam kontes Alquran internasional di Kuwait. Namun, tantangan terbesarnya adalah kompetisi di Dubai. Ia mampu memecahkan rekor 104 peserta elit dari 100 negara yang bersaing untuk posisi teratas.
“Saya merasa sangat bangga menjadi orang Amerika pertama yang memenangkan ini. Mereka takut pada kita sekarang. Mereka sekarang tahu bahwa kita orang Amerika tangguh dalam Alqur’an,” ujar Mohamed.
Usaha yang dilakukan Mohamed untuk memenangkan kontes di Dubai tidaklah mudah. Ia mempersiapkan dirinya selama tiga bulan secara ketat. Setiap pukul 5 pagi, Mohamed bangun untuk membaca Alquran selama satu jam, sebelum ia berangkat ke sekolah.
Saat di bus sekolah, ia melanjutkan membaca Alquran. Sebagai resikonya, ia melewatkan bermain video game dengan saudaranya dan berhenti bermain di lapangan basket. Akan tetapi, kerja kerasnya terbayar dengan memenangkan kompetisi Alquran tersebut.
Kini, Mohamed memiliki tujuan yang baru, yaitu untuk ikut serta dalam kompetisi para bintang pelantun Alquran di Qatar pada 2020. Juara pertama kontes tersebut akan memenangkan hadiah bernilai setengah juta dolar.
Setelah lulus sekolah, Mohamed berencana untuk mengambil jurusan biologi di Universitas Minnesota dan melanjutkannya ke sekolah kedokteran. Dia bertekad untuk menyulapnya dengan karir sebagai cendekiawan agama.
Sementara itu, sang ibu Fardowsa meyakinkan Mohamed bahwa dia bisa melakukan keduanya. Sang ibu juga mengingatkannya bahwa dia perlu berbagi pengetahuannya dengan orang lain.
“Tidak ada yang tidak bisa ia lakukan. Semua terserah padanya,” kata Fardows.
Sumber artikel : https://www.republika.co.id