Oleh: Nasirul Haq
Allah SWT berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran [3]: 134).
Salah satu ciri orang bertakwa (muttaqin) adalah gemar berinfak, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, saat senang maupun susah, di waktu kaya maupun miskin, dan ini dilakukan secara istiqamah. Dalam kondisi apa pun, orang bertakwa akan selalu ingin berbagi dan memberi kebaikan kepada sesamanya. Meskipun jumlahnya sedikit, jika dilandasi keikhlasan, semata-mata mencari ridha Allah Ta’ala, nilainya sangat mulia di sisi-Nya.
Kebanyakan manusia merasa sulit memberikan apa yang dimilikinya, meskipun dalam keadaan lapang, apalagi sempit. Alasan utama mereka adalah kebutuhan yang belum tercukupi. Padahal, kebutuhan akan selalu menyertai manusia. Tak akan ada habisnya.
Perintah berinfak di waktu lapang bertujuan menghilangkan sikap sombong, tamak, serakah, dan cinta harta secara berlebihan. Berinfak di kala susah bertujuan membangun kesadaran bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan kita agar tidak segan dan malu bersedekah, walaupun hanya dengan sebiji kurma. Beliau bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun dengan (bersedekah) sebutir kurma.” (Muttafaq alaih).
Abu Bakar RA, saat bersiap mengikuti Perang Tabuk, menyerah kan seluruh hartanya. Umar bin Khattab RA menyerahkan separuhnya. Utsman bin Affan menginfakan 300 ekor unta dengan perlengkapannya plus uang 1.000 dinar. Abdurrahman bin Auf tak mau ketinggalan. Ia menginfakkan hartanya senilai 4.000 dirham perak dan 40 ribu dinar emas.
Pada saat yang sama, seorang sahabat yang miskin bernama Abu Uqail juga ingin berinfak, tetapi tidak memiliki harta. Hidupnya susah dan sulit. Lalu, ia datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa satu sha’ kurma (setara dengan 3 kg). Meskipun jumlah yang diinfakkan Abu Uqail tak banyak, tingkat pengorbanannya sama dengan Umar bin Khattab yang juga menyerahkan setengah dari harta yang ia miliki.
Rasulullah SAW mengingatkan kita bahwa harta yang sesungguhnya adalah apa yang telah kita infakkan di jalan Allah. Dalam suatu riwayat yang diceritakan oleh Abdullah bin Mas’ud RA, Rasulullah SAW bertanya kepada sahabatnya, “Siapakah di antara kalian yang harta ahli warisnya lebih ia cintai daripada hartanya sendiri?” Para sahabat menjawab, “Tidak ada di antara kami kecuali hartanya (sendiri) lebih ia cintai.” Rasulullah SAW berkata lagi, “Sungguh hartanya adalah apa yang telah ia infakkan dan harta ahli warisnya adalah yang ia tinggalkan (tidak diinfakkan).” (HR Bukhari). Wallahu a’lam.
Sumber : https://www.republika.co.id