Zakat merupakan ajaran dari Designer of universe, Allah yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana, tak satu dari ajaran-Nya yang tidak bermakna. Dia yang menciptakan kehidupan maka Dia pula yang tahu dengan pasti perangkat apa yang dibutuhkan dalam kehidupana manusia. Zakat merupakan salah satu perangkat yang dibutuhkan untuk harmonisasi kehidupan.
Berikut ini merupakan 8 semangat yang terkandung dalam ajaran zakat :
a. Aspek Spiritual.
1. Semangat taqarrub (pendekatan pada Allah). Allah swt Pemilik segalanya. Maka melaksanakan perintah zakat dengan mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki merupakan bentuk ketaatan sekaligus mendekatkan diri kepada Allah swt.
2. Semangat tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Allah swt mengatakan dalam Al-Quran bahwa zakat bertujuan untuk menyucikan jiwa. Zakat menyadarkan para hamba bahwa Allah maha kuasa atas seluruh harta dan jiwa manusia. Allah swt adalah dzat yang maha memberi, maha menentukan, maka Dia berhak pula untuk mengatur harta manusia.
b. Aspek Sosial.
3. Semangat memberi. Zakat adalah memberi sebagian harta dari orang yang berlebih kepada orang yang membutuhkan. Ini berarti bahwa Islam menganjurkan untuk memberi. Hal ini akan berpengaruh pada pemerataan.
4. Semangat kebersamaan. Zakat melibatkan orang kaya dan orang miskin. Maka zakat mempunyai makna mendalam, yakni menanamkan kepedulian si kaya terhadap si miskin. Sinergi pihak kaya dan pihak miskin akan menumbuhkan semangat kebersamaan yang mempunyai nilai positif pada keberlangsungan hidup bersosial.
c. Aspek Kenegaraan.
5. Semangat keumatan. Zakat adalah perintah Islam terhadap umatnya agar peduli dengan kondisi umat Islam. Hal ini untuk mengurangi kesenjangan sekaligus memperkokoh tali ukhuwah islamiyah.
6. Semangat kemandirian umat. Zakat pada intinya adalah memberi. Ini bermakna bahwa Umat Islam harus sanggup menjadi pemberi. Dengan kata lain zakat mengajarkan umat Islam untuk mandiri.
d. Aspek Ekonomi.
7. Semangat produktivitas. Dalam kajian zakat, bahwa harta kekayaan yang dikenai zakat kebanyakan adalah harta kekayaan yang sifatnya bisa berkembang. Seperti modal usaha dan binatang ternak (contoh: kambing, unta, dan sapi). Di sisi lain, Rasulullah saw mencontohkan pemberian zakat bisa dalam bentuk alat produktif. Secara implisit ini bermakna bahwa zakat menuntut harta kekayaan untuk dikembangkan dan diproduktifkan.
8. Semangat efesiensi. Dalam zakat ada nishab (batas kuantitas harta) yang memberi arti bahwa jika harta telah mencapai kadar tersebut berarti dikenai wajib zakat. Dengan kata lain, harta yang berlebih dialokasikan ke bagian lain yang masih kurang. Dengan demikian efesiensi ekonomi akan terjaga.